Jumat, 22 Juli 2016

DUA GUNUNG BERTETANGGA: SLAMET DAN CIREMAI


Jawa adalah pulau yang banyak memiliki gunung-gunung tinggi. Sebagian besar diantaranya adalah gunungapi (vulkan) yang aktif. Van Bemmelen (1949) dalam bukunya The Geology of Indonesia, dan Neumann Van Padang (1983) dalam History of the Volcanology in the Former Netherlands East Indies menjelaskan terdapat 35 gunungapi aktif di Pulau Jawa. Sementara itu Verstappen (2013) dalam bukunya Garis Besar Geomorfologi Indonesia menjelaskan lebih lanjut bahwa diantara vulkan-vulkan aktif Pulau Jawa, 23 diantaranya termasuk dalam tipe A. Gunungapi di Pulau Jawa beberapa diantaranya menjulang tinggi hingga mencapai 3.000-an meter diatas permukaan laut. Menurut catatan Verstappen, terdapat empat belas gunungapi di Indonesia yang mempunyai ketinggian lebih dari 3.000 mdpal, 10 diantaranya terdapat di Pulau Jawa, 4 lainnya adalah Gunung Kerinci dan Dempo (Sumatra), Gunung Agung (Bali), dan Gunung Rinjani (Lombok).
Pemandangan Gunung Ciremai dari base camp Palutungan, Kabupaten Kuningan
(Dok. MPA Mahameru, 2016)

Kedudukan Pulau Jawa yang berada pada zona subduksi antara lempeng Asia Tenggara dengan Lempeng Eurasia menyebabkan tingkat vulkanisme tinggi. Vulkanisme inilah yang menyebabkan Pulau Jawa memiliki relief kasar dengan gunung-gunung tinggi. Pannekoek (1949) menjelaskan bahwa dengan vulkanisme yang aktif ini, Pulau Jawa dapat mempertahankan reliefnya dari proses denudasi yang cepat dan kuat akibat pengaruh iklim tropis dengan temperatur udara dan curah hujan tinggi. Apabila kita membuat daftar 15 puncak tertinggi di Pulau Jawa, maka seluruhnya akan kita jumpai berada pada ketinggian di atas 2.600 mdpal, yaitu sebagai berikut:
1.      Gunung Semeru, Jawa Timur (3676 mdpal)
2.      Gunung Slamet, Jawa Tengah (3428 mdpal)
3.      Gunung Sumbing, Jawa Tengah (3371 mdpal)
4.      Gunung Arjuno-Welirang, Jawa Timur (Puncak Arjuno 3339 mdpal, Puncak Welirang 3156 mdpal)*
5.      Gunung Raung, Jawa Timur (3332 mdpal)
6.      Gunung Lawu, Jawa Tengah-Jawa Timur (3265 mdpal)
7.      Gunung Sindoro, Jawa Tengah (3153 mdpal)
8.      Gunung Merbabu, Jawa Tengah (3142 mdpal)
9.      Gunung Argopuro, Jawa Timur (3088 mdpal)
10.   Gunung Ciremai, Jawa Barat (3078 mdpal)
11.   Gunung Gede-Pangrango, Jawa Barat (Puncak Pangrango 3019 mdpal, Puncak Gede 2958 mdpal)*
12.   Gunung Merapi, Jawa Tengah-DIY (2911 mdpal)
13.   Gunung Cikuray, Jawa Barat (2818 mdpal)
14.   Gunung Papandayan, Jawa Barat (2665 mdpal)
15.   Gunung Kawi, Jawa Timur (2651 mdpal)
Catatan (*) dua gunung letaknya berhimpitan sehingga satuan morfologi kaki gunungapi dan dataran kaki gunungapi beserta tekuk lerengnya absen di beberapa bagian.


Dalam konsep Triarga Jawadwipa yang diajukan MPA Mahameru melalui ekspedisi TAJSEM 2016, dengan mengacu pada pembagian geomorfologi Pulau Jawa menurut Pannekoek (1949), terdapat tiga puncak tertinggi di tiga wilayah geomorfologi Pulau Jawa yaitu Puncak Semeru (3676 mdpal) sebagai puncak tertinggi di Jawa Bagian Timur, Puncak Slamet (3428 mdpal) sebagai puncak tertinggi di Jawa Bagian Tengah, dan Puncak Ciremai (3078 mdpal) sebagai puncak tertinggi di Jawa Bagian Barat. Dilihat dari kedudukannya, Gunung Slamet dan Gunung Ciremai secara kebetulan terletak berdekatan tanpa dipisahkan oleh gunung lain.
Sebagai gunung “bertetangga” yang letaknya berdekatan, kedua gunung ini memiliki beberapa kemiripan khususnya pada karakteristik fisik yang dipengaruhi oleh kondisi iklim. Kedua gunung ini berada di daerah dengan curah hujan relatif tinggi di Jawa Bagian Barat karena dipengaruhi oleh monsun yang bergerak dari barat akibat pengaruh gaya coriolis ketika memasuki Kepulauan Indonesia. 
Karakteristik hutan gunung Slamet (kiri) dan gunung Ciremai (kanan)
Doc. MPA Mahameru 2016
Dengan curah hujan tinggi kedua gunung ini memiliki vegetasi yang beragam. Pada zona sub pegunungan dengan ketinggian dibawah 2000 mdpal terdapat vegetasi hutan tertutup berbatang pohon tinggi dengan sedikit lumut. Pada zona pegunungan dengan ketinggian 2000-2500 terdapat jenis vegetasi hutan berbatang pohon tinggi dengan diameter batang semakin kecil dan lumut semakin banyak. Pada zona sub alpin diatas ketinggian 2500 mdpal terdapat vegetasi hutan rendah berlumut yang termasuk ke dalam kategori hutan elfin.
Curah hujan tinggi juga berpengaruh terhadap proses geomorfologi terutama pelapukan dan erosi. Pelapukan berlangsung dalam bentuk dekomposisi secara intensif dibawah pengaruh suhu udara dan curah hujan tinggi. Hasil pelapukan kemudian berkembang menjadi tanah yang di beberapa bagian mengalami erosi akibat aliran permukaan.
erosi pada gunung Slamet (kiri) dan pada gunung Ciremai (kanan)
Doc. MPA Mahameru 2016
Tipe erosi yang dijumpai bervariasi antara erosi lembar hingga erosi parit. Jenis vegetasi yang terdapat di dalam hutan juga berpengaruh terhadap perkembangan tanah, namun untuk memperoleh keterangan lebih lengkap perlu dengan kajian lebih mendalam. 
Sebagai vulkan aktif, kedua vulkan ini juga memiliki kesamaan dari segi bentuklahan. Secara umum bentuklahan yang dijumpai meliputi kepundan, kerucut gunungapi, lereng gunungapi, kaki gunungapi, dan dataran kaki gunungapi. Kepundan merupakan fasies sentral sebagai pusat aktivitas vulkan, di kedua gunung ditandai dengan kawah yang luas dan dalam.
Kawah gunung Ciremai (Doc. MPA Mahameru 2016)
Bagian atas merupakan fasies piroksimal terbentuk dari material lava, bagian tengah merupakan fasies medial terbentuk dari material piroklastik, sedangkan bagian bawah merupakan fasies distal yang terbentuk dari material lahar. Namun demikian walaupun memiliki banyak kesamaan, terdapat pula kekhasan pada kedua gunung ini yang selengkapnya akan dideskripsikan pada laporan perjalanan lapangan mendatang.






0 komentar:

Posting Komentar

Copyright © 2014 TAJSEM 2016 | Designed With By Blogger Templates | Distributed By Gooyaabi Templates
Scroll To Top