Target yang ingin dicapai dari
program TAJSEM 2016 adalah melakukan ekspedisi pendakian ke tiga puncak di tiga
wilayah Pulau Jawa yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Pembagian
tiga wilayah ini mengacu pada pembagian geomorfologi Pulau Jawa (bukan
provinsi) oleh A.J. Pannekoek (1949) yaitu Jawa Barat yang terletak diantara
ujung barat Pulau Jawa hingga garis khayal yang menghubungkan Cirebon dengan
Pangandaran, Jawa Tengah diantara garis khayal Cirebon-Pangandaran hingga garis
khayal yang menghubungkan Semarang dengan Parangtritis, dan Jawa Timur diantara
garis khayal Semarang-Parangtritis hingga ujung timur Pulau Jawa di Semenanjung
Blambangan.
Berdasarkan pembagian wilayah
tersebut diketahui gunung dengan puncak tertinggi yang terdapat pada masing-masing
wilayah, yaitu Gunung Ciremai (3078 mdpal) di Jawa Barat, Gunung Slamet (3428
mdpal) di Jawa Tengah, dan Gunung Semeru (3676 mdpal) di Jawa Timur. Gunung
Semeru dan Gunung Slamet sekaligus merupakan dua gunung yang tertinggi di Pulau
Jawa. Ketiga gunung ini sangat unik apabila dilihat dari lokasi dan kondisi
iklimnya. Gunung Ciremai didominasi oleh hutan hujan tropis karena berada di
daerah curah hujan tinggi Jawa Barat dan sekaligus terletak di dekat pesisir
utara Pulau Jawa. Gunung Slamet masih didominasi oleh hutan hujan tropis namun
terletak agak ke pedalaman Pulau Jawa. Sedangkan Gunung Semeru terletak pada
wilayah dengan curah hujan yang cenderung lebih rendah sehingga selain hutan
juga berkembang sabana secara luas di wilayahnya.
Gunung Ciremai apabila diperhatikan dari letaknya
merupakan gunung yang cukup unik, karena di wilayah utara Pulau Jawa, khususnya
di Jawa Barat, sangat jarang dijumpai vulkan strato yang tinggi seperti Ciremai.
Pannekoek (1949) menyebutkan bahwa Gunungapi Ciremai merupakan soliter vulcano yang
terpisah dari gunungapi lainnya di zona utara Jawa Barat. Endapan vulkaniknya
menutupi sebagian besar batuan lipatan yang mendasarinya. Aliran vulkaniknya
meluas di atas dataran pantai dan hampir mencapai tepi pantai dekat Cirebon. Gunung Ciremai merupakan vulkan aktif Tipe A dengan letusan terakhir
diketahui pada tahun 1951 (http://volcano.si.edu). Van Bemmelen (1949) mencatat vulkan ini
pernah meletus tahun 1939/1941. Sementara itu Van Padang (1983) menjelaskan
bahwa vulkan ini juga pernah meletus tahun 1772 dan 1805. Pada Bulan Agustus
1837 Junghuhn mencapai Puncak Gunung Ciremai dan menjumpai kawah dengan
kedalaman mencapai 90 meter, terbagi ke menjadi dua bagian yang dipisahkan oleh
dinding berbatu sehingga membentuk kawah kembar. Erupsi pada tahun 1805
menghancurkan vegetasi hingga jarak 90 meter di bawah dinding kawah.
Kawah Gunung Ciremai (Dok. MPA Mahameru, 2005) |
Badan Geologi (2014) menjelaskan riwayat erupsi Gunung Ciremai
tercatat sejak 1698 dan terakhir kali terjadi tahun 1937 dengan selang waktu
istirahat terpendek 3 tahun dan terpanjang 112 tahun. Tiga erupsi 1772, 1775
dan 1805 terjadi di kawah pusat tetapi tidak menimbulkan kerusakan yang
berarti. Erupsi uap belerang serta tembusan fumarola baru di dinding kawah pusat
terjadi tahun 1917 dan 1924. Pada 24 Juni 1937 - 7 Januari 1938 terjadi erupsi
freatik di kawah pusat dan celah radial. Sebaran abu mencapai daerah seluas
52,500 km bujursangkar. Gunung Ciremai telah beristirahat selama sekitar 61
tahun dan selang waktu tersebut belum melampaui waktu istirahat terpanjang.
Pada tahun 1947, 1955 dan 1973 terjadi gempa tektonik yang melanda daerah
baratdaya Gunung Ciremai, yang diduga berkaitan dengan struktur sesar berarah
tenggara - baratlaut. Kejadian gempa yang merusak sejumlah bangunan di daerah
Maja dan Talaga sebelah barat Gunung Ciremai tahun 1990 dan tahun 2001.
Getarannya terasa hingga desa Cilimus di timur Gunung Ciremai. Fenomena yg
berlainan terjadi pada November-Desember 2003, peningkatan kegempaan vulkanik dan
tektonik diikuti dengan perubahan suhu mata air panas di Sangkan Hurip, suhu
rata-rata 47-48°C naik menjadi 49,4°C. Sedangkan mata air panas di Cilengkrang
dari 50° C menjadi 55,5°C, serta ada indikasi peningkatan aktivitas di kawah
Telaga dengan munculnya lapangan solfatara baru di bibir kawah utama. Lebih lanjut menurut Badan Geologi (2014) karakter
erupsi Gunung Ciremai adalah berupa erupsi ekplosif bersekala menengah
(dimanifestasikan oleh sejumlah endapan aliran dan jatuhan piroklastik). Secara
berangsur kekuatan erupsi melemah dan cenderung menghasilkan erupsi magmatik.
Gunung Slamet adalah salah satu vulkan aktif di
Pulau Jawa. Puncaknya menjulang setinggi 3.428 mdpal dan merupakan puncak
tertinggi di Jawa Tengah atau tertinggi ke dua di Pulau Jawa setelah Puncak
Mahameru (3.676 mdpal) di Gunung Semeru, Jawa Timur. Puncak berupa igir sempit
yang mengelilingi kaldera lautan pasir hasil beberapa periode letusan dalam
kurun waktu yang sangat lama. Bagian tertingginya berada pada koordinat 70
14’ 30” LS dan 1090 12’ 30” BT.
Sebagai gunungapi aktif, Slamet
telah mengalami beberapa kali letusan. Menurut PVMBG letusan pertama yang
tercatat dalam sejarah dimulai pada tahun 1772, letusan terbaru terjadi pada
tahun 1992 kemudian terjadi kembali letusan pada tahun 2009-2010. Masa
istirahat terpendek adalah satu tahun sedangkan yang terpanjang 53 tahun.
Sebagai gunungapi aktif yang masuk dalam Tipe A, Gunung Slamet berada pada
daerah berpenduduk padat, bahkan wilayahnya cukup luas karena meliputi lima
kabupaten yaitu Purbalingga, Pemalang, Tegal, Brebes, dan Banyumas. Pada
tanggal 20-26 Mei 2015 kembali terjadi peningkatan aktivitas di sekitar kawah
Gunung Slamet yang ditandai oleh gempa tremor (http://volcano.si.edu). Peningkatan aktivitas bahkan telah
berlangsung sejak tahun 2014. Laporan badan geologi menunjukkan bahwa Pada
tanggal 10 Maret 2014 tingkat aktivitas Gunung Slamet dinaikan dari Level I
(Normal) menjadi Level II (Waspada). Kemudian pada tanggal 30 April 2014 tingkat
aktivitas Gunung Slamet dinaikan dari Level II (Waspada) menjadi Level III
(Siaga) dan tanggal 12 Mei 2014 diturunkan kembali menjadi Level II (Waspada). Tanggal 12 Agustus 2014 tingkat aktivitas
Gunung Slamet dinaikan dari Level II (Waspada) menjadi Level III (Siaga), dan
tanggal 5 Januari 2015 tingkat aktivitas Gunung Slamet di turunkan menjadi
Level II (Waspada).
Gunungapi Slamet termasuk ke dalam tipe gunungapi strato, yaitu
berbentuk menyerupai kerucut. Secara geomorfologi biasanya gunungapi strato
terbagi menjadi beberapa bagian yaitu: kepundan (kawah) sebagai pusat aktivitas
vulkanisme, kerucut vulkan (bingkai sisi luar kawah) yang curam, lereng
gunungapi (bisa dibedakan menjadi lereng atas, tengah, dan bawah), dan dataran
kaki gunungapi. Semakin mendekati kepundan lerengnya semakin curam sementara
semakin menuju kaki gunungapi semakin landai. Jadi, kerucut gunungapi strato
walaupun seringkali nampak sebagai satu tubuh gunungapi saja, sebenarnya
terdiri dari beberapa segmen yang dapat dibedakan berdasarkan tingkat kecuraman
lerengnya. Masing-masing segmen tersebut dibatasi oleh takik lereng (tekuk
lereng) yaitu ketika terjadi perubahan kemiringan secara tegas. Apabila kita
melakukan pendakian, seringkali pada awal pendakian kita menjumpai lereng yang
landai kemudian semakin lama semakin curam dan ketika mendekati puncak
kemiringan lerengnya menjadi sangat curam. Hal ini merupakan ciri dari
gunungapi strato. Mengapa dapat terjadi bentuk seperti demikian? Bentuk yang
terjadi tidak terlepas dari proses pembentukan gunungapi itu sendiri. Pada
gunungapi strato biasanya terjadi letusan secara eksplosif dan efusif secara
berselang-seling, materialnya juga berselang-seling antara material piroklastik
dan lava. Material yang berat dan kental diendapkan dekat kepundan sehingga
menghasilkan lereng yang curam, sedangkan material yang halus diendapkan lebih
jauh sehingga membentuk lereng yang landai. Proses selang-seling ini nampak
seperti peristiwa penumpukan material secara bertingkat, oleh karena itu
hasilnya dinamakan gunungapi strato (bertingkat).
|
Bagaimana dengan
kondisi geomorfologi Gunungapi Slamet? Martopo (1984) menjelaskan bahwa Gunung Slamet
dibedakan menjadi; (a) bagian yang tua yaitu bagian barat yang mengalami
gangguan tektonik, (b) kerucut muda yang terletak di sebelah timurnya, dan (c)
beberapa tempat erupsi yang kecil pada lereng timurnya. Gunungapi Slamet dengan
ketinggian 3.428 mdpal adalah gunung tertinggi di Jawa Tengah. Secara morfologi
Gunungapi Slamet dibedakan menjadi lima bagian yaitu lereng atas yang tertutup
oleh medan lava, breksi fluvial, breksi piroklastik, dan debu vulkanik; lereng
tengah yang tertutup oleh breksi fluvio vulkanik, lava, aglomerat, dan debu
dengan material hasil pelapukan; lereng bawah dan lerengkaki yang tertutup oleh
breksi fluviovulkanik, lahar, deposit aliran rombakan (debris), dan deposit
aliran sungai serta material hasil pelapukan; dan bagian Gunung Slamet tua
dengan breksi fluvial pleistosen, lempung, breksi, dan lempung tidak
terstruktur
Kawah dan hamparan pasir di Puncak Gunung Slamet (Dok. MPA Mahameru, 2012) |
Gunung Semeru termasuk gunung yang paling banyak diminati
untuk pendakian. Selain karena reputasinya sebagai gunung tertinggi di Pulau
Jawa, Semeru juga memiliki panorama yang sangat indah dengan kondisi medan yang
bervariasi sejak titik awal pendakian hingga Puncak Mahameru. Semeru termasuk
ke dalam tipe gunungapi yang sangat aktif, terletak pada kompleks Pegunungan
Tengger. Pannekoek (1949) menjelaskan bahwa Kompleks Tengger terdiri dari
beberapa struktur vulkanik yang lebih tua dan kerucut yang lebih muda. Bagian
paling tua dan merupakan generasi pertama adalah igir Pegunungan Jambangan yang
terletak antara Tengger dan Semeru. Yang kedua ujung paling timur dari kompleks
pegunungan dan yang terakhir adalah igir memanjang dengan arah barat laut yang
telah terpotong oleh suatu celah sedang bagian yang berhadapan nampaknya telah
hilang. Badan Geologi (2014) menjelaskan, morfologi Gunung Semeru
memperlihatkan bentuk kerucut yang sempurna jika dilihat dari arah selatan dan
tenggara, namun sesungguhnya bentuknya tidak sempurna betul karena dibagian
puncak mempunyai bentuk yang rumit. Kondisi puncak ini disebabkan oleh
perpindahan kawah-kawahnya dari baratlaut ke tenggara. Mahameru ( 3676m)
merupakan dinding tubuh kawah tua di bagian utara, sedangkan bagian yang muda
berkembang ke arah tenggara dan selatan. Morfologi komplek Gunung Semeru-
Jambangan dibentuk oleh Gunungapi Kuarter tua dicirikan oleh bentuk morfologi
yang telah mengalami denudasi, pola aliran sungai yang kasar dan lembah yang
dalam serta terdapatnya sisa dinding kaldera di daerah puncaknya. Morfologi
yang lebih muda terdiri dari puncak dan tubuh Gunung Mahameru dan Gunung
Semeru. Kerucut parasit diantaranya Gunung Papak dan Gunung Leker yang terletak
di lereng timur Gunung Semeru.
Van Bemmelen (1949) menjelaskan bahwa Gunung Semeru termasuk dalam
golongan vulkan aktif tipe A yang memiliki karakteristik yang unik yaitu
periode aktif dan periode dorman berselang seling dengan rentang waktu
masing-masing periode relatif sama. Catatan sejak tahun 1818 hingga 1946
menunjukkan bahwa terdapat: (1) periode dorman 11 tahun (1818-1829), (2)
periode aktif 20 tahun (1829-1848), (3) periode dorman 8 tahun (1848-1856), (4)
periode aktif 9 tahun (1856-1865), (5) periode dorman 7 tahun (1865-1872), (6)
periode aktif 7 tahun *1872-1879), (7) periode dorman 6 tahun (1879-1885), (8)
periode aktif 28 tahun (1885-1913), (9) periode dorman 28 tahun (1913-1941),
(10) periode aktif sejak 1941-1946 dan seterusnya. Van Padang (1983) mencatat
bahwa aktivitas vulkanik Semeru salah satunya dicirikan oleh aliran lahar yang
banyak terjadi walaupun gunung ini tidak memiliki danau kawah.
Badan Geologi (2014) memberikan keterangan lengkap mengenai erupsi
Gunung Semeru setelah catatan Van Bemmelen pada tahun 1946 yaitu setelah tahun
1946 hingga 2008 setidaknya telah terjadi 38 kali aktivitas vulkanik di Gunung
Semeru. Aktifitas Gunung Semeru tedapat di Kawah Jonggring Seloko yang
terletak di sebelah tenggara puncak Mahameru. Letusan Gunung Semeru umumnya
letusan abu bertipe vulkanian dan strombolian yang terjadi 3-4 kali setiap jam.
Letusan tipe vulkanian dicirikan dengan letusan eksplosif yang kadang-kadang
menghancurkan kubah dan lidah lava yang telah terbentuk sebelumnya. Selanjutnya
terjadi letusan bertipe strombolian yang biasanya diikuti dengan pembentukan
kubah dan lidah lava baru. Pada saat terjadi letusan eksplosif biasanya dikuti
oleh terjadinya aliran awan panas yang mengalir ke lembah-lembah yang lebih
rendah dan arah alirannya sesuai dengan bukaan kawah dan lembah-lembah di
Gunung Semeru. Arah bukaan kawah Gunung Semeru saat ini mengarah ke arah
tenggara atau mengarah ke hulu Besuk Kembar, Besuk Bang, Besuk Kobokan.
Ranu Kumbolo, Gunung Semeru (Dok. MPA Mahameru, 2008) |
Gunung Semeru dilihat dari sekitar Kawasan Waturejeng (Dok. MPA Mahameru, 2008) |
Letusan dari Kawah Jonggring Saloka (Dok. MPA Mahameru, 2008) |
0 komentar:
Posting Komentar